Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra.
menjelaskan bahwa kedudukan seorang pelacur yang masih mengharap rahmat Alloh
itu jauh lebih dekat kepada Alloh jika dibandingkan dengan seorang abid (ahli
ibadah) yang sering galau. Galau dalam hal ini merupakan sebuah perasaan yang
sering menyalahkan keadaan, sering merasa pesisimis sehingga menjadi putus asa
akan datangnya rahmat Alloh. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kualitas
keimanan dan ketaqwaan seseorang yang sesungguhnya kepada Alloh. Dengan merasa
putus asa berarti seorang hamba yang ahli ibdah telah meragukan kekuasaan
Alloh. Dia melupakan bahwa Alloh adalah Dzat yang maha segala-galanya.
Bandingkan
dengan seorang pelacur yang masih menginginkan rahmat dari Alloh. Meskipun
dalam segi fisik dia melakukan kemaksiatan yang tergolong dosa besar tapi
hatinya selelu ada Alloh. Seorang pelacur belum tentu melakukan pekerjaan itu
berangkat dari hatinya. Ada kalanya seorang pelacur itu dipaksa atau karena
terpaksa oleh keadaan. Padahal di dalam hatinya sangat menolak keras akan
perbuatan setan itu. Bahkan dengan melakukan hal itu dia sangat merasa menjadi
orang yang paling hina di dunia. Meskpun demikian, hal ini tidak bisa diadikan
oleh para pelacur atau calon pelacur (semoga tidak ada) untuk dijadikan sebagai
landasan pembenaran dalam melakukan perbuatan yang tercela itu.
Disarikan dari kitab 'Ushfuriyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar