Masa remaja adalah masa yang begitu indah bagi seorang anak manusia,
karena pada masa inilah mereka mulai merasakan tentang suka terhadap
lawan jenis, tentunya hal ini adalah wajar karena manusia di ciptakan
memang dengan nafsu dalam dirinya, namun tentunya harus ada aturan yang
membatasi akan hal tersebut agar tidak sampai melakukan sesuatu yang
bisa merugikan baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain (orang yang
disuka, red), dalam hal ini norma-norma budaya setempat dan juga agama
menjadi pokok penting dalam
membendung dan melawan arus negatif dari
globalisasi yang merupakan sebab utama terjadinya hal yang tidak di
inginkan, seperti hamil di luar nikah dan merembet pada aborsi karena
ketidaksiapa mental, hingga tak jarang berujung pada bunuh diri.
mungkin
bagi mereka yang belum pernah merasakan menjalin hubungan dekat tanpa
ada surat nikah dari KUA, memandang bahwa hal tersebut sesuatu yang
indah dan ingin sekali rasanya untuk segera mencoba, namun ada beberapa
hal yang membuat mereka tetap menjadi jomblo hingga benar-benar menjalin
hubungan yang sah secara agama tanpa melewati fase berpacaran, seperti
memang tidak ada yang memandangnya sama sekali (#ups), rasa enggan untuk
menjalin hubungan spesial (#malesbingit), dan terakhir adalah karena
pemahaman yang tinggi akan budaya bangsa maupun norma-norma agama.
namun
tak jarang pula, sudah banyak yang selama hidupnya menjalin hubungan
dekat dengan orang lain, hal inilah yang menjadi sorotan dalam ‘oretan’
ini, tentang pemahaman dalam menghargai apa itu perasaan cinta / suka
pada lawan jenis. Bergonta-ganti pasangan tentunya telah memberikan
pengalaman tentang bagaimana rasanya di putusi dan memutus dalam
berpacaran. Bagaimana begitu sedihnya perasaan kekasih kita, kala kita
dengan sepihak memutus hubungan yang telah di jalani, apalagi bila sudah
dalam jangka waktu yang lama, lalu saat setelah itu kita merasakan
rasanya diputusi oleh orang yang kita suka, hingga kita tahu dan
teringat bagaimana perasaan orang yang dulu kita putusi.
dari
pengalaman kita harus mengambil pelajaran, jatuh pada lubang yang sama
untuk kesekian adalah suatu kecerobohan, dalam hal ini tentang
menghargai apa itu "virus merah jambu", boleh jadi memang kita mencintai
seseorang tapi kalau bukan waktunya (siap sah sesuai syari'at) lantas
kita memaksakan padahal kita telah tahu efek dari pemaksaan kedekatan
hubungan yang tidak sah menurut agama, tentu takkan lega dalam hati
kita, meskipun kita telah "memesan" orang yang kita suka dari ancaman
kudeta hati dari orang lain, namun tetap dalam hati nurani kita yang
sedikit banyak mengerti tentang bagaimana hukum agama memandang hal
tersebut, tetap akan mengadakan pemberontakan, siapa yang terimbas? diri
kita sendiri & korban pemaksaan yang kita lakukan (pacar,red).
kalau memang kita menyukai seseorang lantas karena kita tak
'memesan'-nya mulai dari sekarang hingga ia di'pesan' oleh orang lain.
maka katakan dalam hati seperti budaya orang jawa dalam mempercayai
agama-Nya, yakni "Gusti Allah SWT mboten sare", dan seperti halnya
menunggu buah durian yang masak secara alami, tak perlu kita susah-susah
mengunduhnya, tunggu saja sampai waktu yang tepat, hingga Allah SWT
yang akan menjatuhkan itu pada kita. yang alami lebih sehat dan lebih
enak daripada yang lama dalam proses pematangan, baik melalui
penyimpanan maupun pemberian obat, dan yang jelas tak menyebabkan labil
ekonomi sebelum waktunya.
oretan ini terinspirasi dari
status teman, dan terakhir mengutip pesan para khatib jum'at baik di
awal ataupun kadang di akhir khotbahnya, "Saya mewasiatkan hal ini pada
diri saya sendiri khususnya agar menjadi peringatan dan juga kepada para
jama'ah agar wasiat ini bisa bermanfaat dan di lakukan dalam kehidupan"
Ihdinaash Shiraathal Mustaqiim. . .
disadur dari oretan Ahmad Faizul Furqon...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar