Selasa, 12 Agustus 2014

ISIS Bagian Skenario Global Jadikan Islam 'Common Enemy' Dunia

Usai Sholat Subuh berjama’ah para santri Pesantren Sufi berkerumun di depan Mading yang ditempeli dua lembar kertas folio. Lembar pertama memuat berita unduhan dari Reuters tentang aksi militant ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) yang menewaskan 500 orang etnis minoritas Yazidi di Sinjar di wilayah utara Irak pada Ahad kemarin (10/08). Menteri Hak Asasi Manusia Irak Mohammed al-Sudani, mengatakan bahwa milisi ISIS telah mengubur beberapa korban mereka hidup-hidup di kuburan massal, termasuk perempuan dan anak-anak. Lembar kedua memuat berita unduhan dari AFP, CNN dan Washington Post tentang aksi militant ISIS yang meledakkan makam dan Masjid Nabi Yunus, di Mosul, Irak, pekan lalu. Selain makam Nabi Yunus, makam Nabi Daniel pun dihancurkan. Diliputi rasa geram dan penasaran Marholi, Azumi, Daitya, Roben, Niswatin, Ndemo, Apenk, dan Bimbi menghadap Sufi tua yang sedang berbincang-bincang dengan Sufi Kenthir dan Sufi Sudrun di teras mushola.

Dengan suara tinggi mereka meminta penjelasan Sufi tua seputar keberadaan ISIS beserta aksinya yang brutal dan biadab. “Melihat modus dan operasionalnya, gerakan ISIS itu menunjukkan indikasi gerakan Wahabi meski mereka mengaku Sunni. Apa benar begitu mbah?” tanya Azumi menyimpulkan. “Memang kalian belum tahu statemen Al-Chaidar, pengamat terorisme yang menyatakan ISIS sebagai gerakan Wahabi gaya baru, yang kegiatannya agak radikal?” sahut Sufi tua. “Saya belum tahu itu mbah,” kata Azumi merendah,”Saya hanya menduga-duga karena melihat kemiripan dan kesamaan modus dalam aksi-aksi biadab ISIS dengan Wahabi.” “Kalian tahu, kenapa tiba-tiba muncul ISIS?” tanya Sufi tua memancing. “Menurut video-grafis Kurz Gesagt yang saya tonton, ISIS yang tahun 2013 itu sebagai reaksi atas dominasi Syiah dalam pemerintahan Irak pasca terbunuhnya Saddam Hussein. ISIS, menurut Kurz-Gesagt, adalah gerakan perlawanan golongan minoritas Sunni terhadap golongan mayoritas Syiah di Irak,” kata Azumi menjelaskan pandangannya. “Tapi kenapa kalian menduga ISIS bukan Sunni melainkan Wahabi? Apa kalian menganggap pandangan Kurz-Gesagt keliru?” tanya Sufi tua. “Kurz-Gesagt menetapkan anggapan Wahabi adalah Sunni. Itu pandangan etic orang Non Muslim. Jadi mesti tidak tepat pandangan Kurz-Gesagt itu.
Dalam pandangan emic Kaum Muslimin, Wahabi jelas bukan Sunni,” sahut Azumi berargumen,”Bahkan menurut saya bukan bagian dari Islam.” Sufi tua tertawa. “Maaf mbah,” tukas Marholi tiba-tiba menimpali,”Kenapa gerakan Wahabi dengan aksi-aksi biadab belakangan ini sangat marak di mana-mana?” “Benar mbah,” sahut Daitya menambahi,”Gerakan Wahabi belakangan ini seperti sengaja mempamerkan tindak kebiadaban mereka sebagai orang-orang badui yang barbar dan jauh dari peradaban. Dengan mengatas-namakan Islam, mereka melakukan kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang sangat bertentangan dengan ciri-ciri ajaran Islam yang beradab. Dengan bangga mereka pamer kekejaman dengan menghukum mati wanita-wanita yang dituduh penzinah tanpa diadili; mereka bangga menculik siswi-siswi sekolah dengan alasan wanita tidak boleh melek huruf dengan menuntut ilmu di sekolah; mereka bangga menggiring penduduk di desa-desa ke killing ground untuk dieksekusi massal dengan tuduhan telah melakukan bid’ah dan kurafat dan kemusyrikan yang merusak agama; mereka bangga menjagal massal penduduk Non Muslim dengan tuduhan pengamal agama sesat; mereka bangga menebar terror dan rasa takut kepada masyarakat yang tidak sepaham dengan mereka. Sungguh, belakangan ini mereka ingin memamerkan tindak kebiadaban uuntuk membangun citra Islam biadab yang bertentangan dengan kemanusiaan dan peradaban.”
Sufi tua tersenyum manggut-manggut. “Apa gerakan biadab Wahabi belakangan ini bagian dari skenario global mbah?” kata Roben minta penjelasan,”Soalnya, media massa Barat begitu gencar mem-blow up berita kebiadaban Wahabi di mana-mana dengan memberi identitas sebagai gerakan Sunni ultra radikal. Ini semua seperti skenario The Clash of Civilization-nya Samuel Huntington yang gagal dipaksakan untuk dijalankan ulang. Bagaimana ini mbah?” Sufi tua tertawa sambil mengacungkan ibu jari. “Saya usul mbah,” tukas Bimbi mengajukan gagasan,”Bagaimana kalau sebutan ISIS dalam pemberitaan dan kajian-kajian diubah menjadi WSIS? Maksud saya, dalam komunikasi di antara umat Islam sebutan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) diubah menjadi WSIS (Wahabi State of Iraq and Syria) karena dalam fakta gerakan ini memang gerakan Wahabi. Maksud saya, meski kita tidak bisa mengalahkan hegemoni pers Barat tetapi lewat Facebook, Blog, Website, Twitter, SMS, Surat Kabar, Tabloid, Jurnal, Lembar Jum’at kita bisa membangun opini publik sendiri di antara umat Islam. Ini penting mbah, karena citra kebiadaban yang dipamerkan gerakan-gerakan biadab Wahabi tidak dicampur-baurkan dengan Islam.” Sufi tua tertawa.
Sejenak setelah itu ia berkata,”Aku setuju saja dengan gagasan kalian. Tapi yang paling penting, kita harus cermat membaca perkembangan gerakan Wahabi sebagai alat Kapitalisme Global yang dipandegani kelompok White Anglo Saxon-Jewish yang berkuasa sebagai pimpinan tertinggi Imperium Global.” “Berarti sampeyan sepikiran dengan kami, mbah?” sergah Marholi mengayunkan tangan sambil berucap “yes”. “Maaf mbah,” tukas Niswatin tiba-tiba,”Apa alasan sampeyan menduga gerakan biadab Wahabi belakangan ini adalah bagian dari skenario Imperium Global yang didominasi kekuatan White Anglo Saxon-Jewish?” “Pertama-tama,” kata Sufi tua memberi penjelasan,”Sejak muncul sebagai kekuatan sosial-politik-keagamaan pada dekade kedua abad ke-20, Wahabi sudah ditopang kekuatan Negara Britania Raya lewat tokoh Lawrence untuk melawan Turki. Sepanjang Perang Dingin yang dilanjut konflik Arab-Israel dekade 1960-1970an, kekuatan Wahabi di Timur Tengah terbukti selalu berada di bawah kendali Amerika-Inggris.
Sampai saat runtuhnya komunisme akhir dekade 1990-an, gerakan Wahabi seperti Al-Qaedah, JI, Taliban, IM berada di bawah kendali Amerika-Inggris selalu terbukti menggenapi teori Huntington tentang Clash of Civilization lewat aksi-aksi terror, pemboman, pembunuhan nassal, bom bunuh diri.” “Tapi belakangan Wahabi juga menunjukkan aksi biadab berupa pelarangan terhadap wanita untuk mendapat pendidikan dan menjadikan wanita-wanita yang mereka culik dan tawan sebagai budak belian. Ini fenomena baru, mbah. Mereka juga memamerkan wanita-wanita penzinah yang dihukum mati dengan cara disembelih dan dirajam dengan lemparan batu. Wahabi berjuang keras untuk membangun citra bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk melakukan pembunuhan, perbudakan, merendahkan derajat wanita, intoleransi, brutal, dan aksi-aksi biadab. Ini apa maksudnya mbah?” kata Niswatin ingin penjelasan. “Menjalankan skenario membangun citra Islam sebagai ajaran biadab yang bertentangan dengan kemanusiaan dan peradaban,” sahut Sufi tua. “Ooo begitu ya,” Niswatin manggut-manggut. “Kalian tahu, kenapa di tengah hiruk berita kebiadaban aksi-aksi Wahabi melakukan terror di Nigeria, Somalia, Afghanistan, Irak, Suriah menyeruak berita-berita mengerikan tentang penyebaran Virus HIV, Sars, Ebola yang kemunculannya selalu dihubungkan dengan negara-negara berpenduduk muslim terbelakang?”kata Sufi tua dengan nada tanya. “Jancuk! Mbokne Ancuk Kabeh!” seru Marholi misuh-misuh,”Ini skenario jahat Imperium Global menjadikan Islam bercitra primitif, biadab, goblok, terbelakang, buas, dan penyakitan.
Ini skenario menjadikan Islam tidak saja sebagai common enemy bagi bangsa-bangsa di dunia, melainkan juga menjadikan umat Islam sebagai pembawa penyakit menular yang berbahaya bagi manusia. Sungguh jahat skenario itu.” Sufi tua tertawa mengacungkan ibu jari sebagai isyarat memuji analisis Marholi. “Maaf mbah, sampeyan dulu pernah menjelaskan bahwa setelah Komunisme runtuh, dunia baru yang dimenangkan Imperium Global akan menciptakan momok baru, hantu baru, trouble maker baru untuk menggantikan komunisme. Apakah skenario kebiadaban, kebrutalan, keprimitifan, dan kenajisan umat Islam yang penyakitan belakangan ini adalah perwujudan dari skenario lama itu? Apakah ini semua tengara bahwa Islam sedang digiring untuk menjadi momok, hantu, trouble maker, dan akhirnya common enemy bagi bangsa-bangsa di dunia?” Sufi tua diam.
Dengan wajah serius ia berkata,“Susahnya, skenario jahat itu tidak hanya dioperasionalkan oleh kelompok-kelompok Wahabi dekil mata duitan, tapi melibatkan pula badan-badan dunia yang didanai Imperium Global beserta begundal-begundalnya, yaitu negara-negara periphery berkedudukan state capitalism dalam teori Wallerstein, Arrighi, Baudrillard, Chase-Dunn, Ritzer, dan O’Connor. Sungguh, ini skenario Dajjal yang sulit dilawan, karena Dajjal memang tidak bisa dilawan,” kata Sufi tua dengan suara rendah,”Bahkan Rasul Saw telah bersabda, bahwa sebagian umat beliau akan menjadi pengikut Dajjal.”


Tulisan: Agus Sunyoto
See more at:

2 komentar:

  1. ISIS adalah ancaman bagi Islam yg rahmatan lil alamin....

    BalasHapus
  2. mari kita tunjukkan kpd mereka islam yg toleran, seperti zaman Nabi...

    BalasHapus